by

Diduga Jadi Korban Mafia Tanah, Herlina Bersaudara akan Lapor ke Polda Kaltim

Kabargupas.com, SAMBOJA – Upaya mencari keadilan dalam rangka menuntut hak pengembalian tanah warisan orang tuanya di kawasan Teluk Pemedas, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), pasca dibuatnya kesepakatan bersama pada 2022 lalu, terus dilakukan ahli waris almarhum Alimin bin Lakantoro, Herlina bersaudara.

Bahkan, upaya Herlina bersama empat saudaranya untuk bertemu dengan dua warga berinisial TA dan NA selaku orang yang membuat kesepakatan tersebut, tak juga dipenuhi. Diduga, Herlina bersaudara menjadi korban mafia tanah hingga tanah warisan orang tuanya sendiri tak bisa dijual.

Ahli waris almarhum Alimin bin Lakantoro Herlina mengatakan, pihaknya sudah berusaha menemui TA dan NA di kediaman masing-masing, tapi tak juga ada hasilnya. Bahkan, dirinya juga meminta bantuan Lurah Teluk Pemedas untuk dimediasi, tapi juga diabaikan. Karena tidak adanya titik terang, maka dia menduga ada unsur penipuan dalam kesepakatan tersebut.

“Kami menuntut hak pengembalian tanah yang awalnya akan dijual bersama-sama dan dijanjikan TA dan NA akan menerima bayaran sebesar Rp 1,5 miliar, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasannya,” kata Herlina kepada wartawan usai pertemuan di Kantor Lurah Teluk Pemedas, Samboja, Kamis (29/05/2024)

Herlina menambahkan, dirinya bersama empat saudaranya hanya menerima uang sebesar Rp 100 juta dari TA (kesepakatan awal sebesar Rp 200 juta, red). Sayang, uang Rp 100 juta yang diberikan ternyata dipotong Rp 10 juta untuk sewa alat berat.

“Surat kesepakatan yang dibuat TA dan NA diduga ada unsur penipuannya. Karena kami merasa dibohongi. Surat kesepakatan yang kami tandatangani juga berbeda dengan yang dibacakan saat penandatanganan kesepakatan,” tambahnya.

Upaya bertemu dengan TA dan NA, terang Herlina, juga sudah dilakukan berkali-kali dengan tujuan menanyakan kembali tentang janji pembayaran penjualan tanah waris dari almarhum orang tuanya seluas 3,8 hektar. Namun, TA dan NA tak mau menemuinya, meski telah difasilitasi oleh Lurah Teluk Pemedas.

“Menurut keterangannya Pak Lurah tadi, TA dan NA tidak mau hadir karena adanya surat kesepakatan antara ahli waris Alimin, almarhum bapak kandung saya dan ahli waris Hj. Jariyah dan sebagai pemegang surat kuasa dari almarhumah Hj Jariyah,” ujar Herlina.

Karena tidak ada titik temu, lanjut Herlina, dirinya disarankan Lurah Teluk Pemedas untuk menempuh jalur hukum. TA dan NA, jelas Herlina, juga sudah pernah dipanggil lewat surat pengadilan untuk somasi, tapi tidak juga hadir.

“Kita tidak mendapatkan titik terang dari kelurahan. Tapi saya, Herlina selaku pemilik lahan dari orang tua kami, juga sebagai ahli waris, tetap berjuang untuk mendapatkan hak kami kembali, yakni tanah warisan orang tua seluas 3,8 hektar,” tandasnya.

Dirinya, kata Herlina, ingin agar TA dan NA bertanggung jawab. Dari kesepakatan yang tidak sesuai saat dibacakan oleh ahli waris hingga pertanggungjawabannya. Kejanggalan itu terlihat ketika TA tidak mau ada saksi saat membuat surat kesepakatan tersebut, baik saksi RT, Kuasa Hukum, dan saksi dari mana pun dengan ada di Kantor Lurah Teluk Pemedas.

“Karena ini tidak ada titik terang, TA dan NA tidak juga mau ditemui, maka kita akan menempuh jalur hukum yakni melaporkan TA dan NA ke Polda Kaltim atas dugaan penipuan. Jadi mulai sekarang, saya minta supaya difasilitasi lewat Polda Kaltim,” tutup Herlina.

Seperti diketahui, diduga tak sesuai kesepakatan atas rencana penjualan lahan di Kelurahan Teluk Pemedas Jalan Balikpapan-Handil seluas 3,8 hektar, kuasa ahli waris almarhum Alimin bin Lakantoro, Herlina minta kesepakatan dengan kuasa ahli waris almarhumah Hj. Alia, yakni TA dan NA, dibatalkan.

Apalagi, adanya Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) yang diduga diterbitkan Lurah Teluk Pemedas tahun 2022 juga tidak sesuai dengan tahun kesepakatan yang dibuat tentang rencana jual beli tanah senilai Rp1,5 miliar tersebut.

Ahli waris juga menginginkan pertanggungjawaban TA dan NA, dan segera menyelesaikan pembayaran atas tanah tersebut sesuai perjanjian yakni Rp1,5 miliar, baru DP Rp100 juta, tapi saat ingin ditemui untuk minta kejelasan pembayaran lainnya, TA dan NA selalu menghindar.

Penulis: Poniran
Editor: Nurhayati

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed