Kabargupas.com, BALIKPAPAN – Terkait kasus gangguan ginjal akut tau gagal ginjal yang terjadi pada anak-anak di sejumlah daerah, akhirnya disikapi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). IDAI pun memberikan imbauan kepada tenaga kesehatan dan rumah sakit, pengawas obat dan makanan serta masyarakat.
“Yang pertama, kepada tenaga kesehatan dan rumah sakit kami imbau menghentikan sementara peresepan obat sirup yang diduga terkontaminasi etilen glikol atau dietilen glikol sesuai hasil investigasi Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan,” kata Ketua Umum IDAI dr. Piprim Basarah Yanuarso, dalam rilisnya yang diterima media ini melalui WhatsApp Group Media di Balikpapan, Kamis (20/10/2022).
Kedua, tambah Piprim Basarah, bila memerlukan obat sirup khusus, misalnya obat anti epilepsi, atau lainnya, yang tidak dapat diganti sediaan lain, konsultasi dengan dokter spesialis anak atau konsultan anak.
“Jika diperlukan, tenaga kesehatan dapat meresepkan obat pengganti yang tidak terdapat dalam daftar dugaan obat terkontaminasi atau dengan jenis sediaan lain seperti suppositoria atau dapat mengganti dengan obat puyer dalam bentuk monoterapi,” jelasnya.
Kemudian, ujar Piprim Basarah, peresapan obat puyer monoterapi hanya boleh dilakukan oleh dokter dengan memperhatikan dosis berdasarkan berat badan, kebersihan pembuatan, dan tata cara pemberian.
“Tenaga kesehatan diimbau untuk melakukan pemantauan secara ketat terhadap tanda awal gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal, baik dirawat inap maupun dirawat jalan,” ucapnya.
Kepada rumah sakit, segera meningkatkan kewaspadaan deteksi dini gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal dan secara kolaboratif mempersiapkan penanganan kasus tersebut.
“Kepada masyarakat, untuk sementara waktu tidak membeli obat bebas tanpa rekomendasi tenaga kesehatan sampai didapatkan hasil investigasi menyeluruh oleh Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan,” tutur Pimprin Basarah.
Selanjutnya, masyarakat hendaknya tetap tenang dan waspada terhadap gejala penyakit tersebut seperti berkurangnya atau tidak adanya buang air kecil (BAK) secara mendadak.
“Sebaiknya mengurangi aktivitas anak-anak, khususnya balita, yang memaparkan risiko infeksi seperti kerumunan, ruang tertutup, tidak menggunakan masker dan lainnya,” tutupnya.
Penulis: Ipon
Editor: Nurhayati
Comment