Kabargupas.com, BALIKPAPAN – Mengemis atau minta-minta dengan mengenakan kostum badut di Balikpapan ternyata penghasilannya cukup besar. Bahkan, pekerjaan yang memanfaatkan belas kasih warga yang melintas itu, perjamnya bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Itu satu jam saja. Jika tiga jam, penghasilannya bisa mencapai Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta.
Tentu saja mengemis dengan kedok menghibur warga dengan mengenakan kostum badut itu jadi incaran sebagian warga pendatang. Memanfaatkan kebaikan dan empati warga Balikpapan yang cukup tinggi, pekerjaan menjadi badut di pinggir jalan jadi pilihan.
Padahal, sesuai Peraturan Daerah (Perda) Kota Balikpapan No 1 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum Pasal 23 menyatakan, setiap orang dilarang meminta sumbangan atau mengumpulkan uang kecuali izin dari Wali Kota atau Dinas Sosial. Dilarang mengemis dan menggelandang. Serta Dilarang memberi uang kepada gelandangan, pengemis, pengamen dan anak jalanan di simpang jalan dan fasilitas umum.
Akibat maraknya keberadaan badut di Kota Minyak ini, membuat jajaran Satpol PP Balikpapan jadi gerah hingga dilakukan penertiban. Diduga karena mendapatkan uangnya sangat mudah (meski kerap ditertibkan, red), keberadaan badut-badut tersebut kembali muncul dan kerap kucing-kucingan ketika Satpol PP Balikpapan melakukan razia.
Tak ingin pekerjaannya dihentikan, seorang warga pendatang asal Subang, Jawa Barat bernama Asep Dewa mendatangi Kantor Satpol PP Balikpapan untuk mengambil kostum badut yang beberapa hari lalu disita. Aksi ini dilakukan sejak beberapa hari lalu. Padahal, Asep Dewa dalam menjalankan pekerjaan sebagai badut di depan BSB (Balikpapan Superblok) Jalan Jenderal Sudirman Stalkuda Balikpapan ini sudah dua kali terjaring razia.
“Iya, saya datang ke sini (Satpol PP Balikpapan, red) mau ambil kostum badut saya yang disita karena terjaring razia,” kata Asep Dewa ditemui media ini, Jumat (11/08/2023).
Menurut Asep, jadi badut terpaksa karena sulit mendapatkan pekerjaan di Balikpapan. Datang dari Subang, Jawa Barat, kemudian jadi badut karena mudah mendapatkan uangnya. Untuk satu jam, dirinya bisa mendapat uang Rp 60 ribu sampai Rp 100 ribu. Dalam sehari, dia melakukan aksi di pinggir jalan hanya tiga jam saja.
“Satu jam dapatnya Rp 60 ribu sampai Rp 100 ribu. Kerjanya paling lama tiga jam saja,” ungkap Asep.
Pernyataan Asep dibantah Kasi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Balikpapan Yuli Rulita. Menurut Yuli, demikian dia biasa disapa, keberadaan badut di Balikpapan saat ini makin meresahkan karena melanggar Perda Kota Balikpapan tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum. Termasuk keberadaan Asep Dewa, warga pendatang asal Subang, Jawa Barat yang datang ke Balikpapan hanya ingin jadi badut karena mudah mendapatkan uangnya.
“Satu jam dia bisa dapat ratusan ribu. Tiga jam jadi badut di depan BSB, dia bisa dapat uang sampai Rp 500 ribu hingga Rp 750 ribu. Itu kita tahu setelah dia terjaring penertiban. Dia sudah dua kali terjaring,” kata Yuli.
Yang membuat Yuli prihatin, Asep Dewa pasca ditertibkan, sudah membuat surat pernyataan tidak mengulangi perbuatannya karena melanggar Perda Kota Balikpapan No 1 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum. Kenyataannya, Asep Dewa tetap berulah hingga untuk kedua kalinya dia terjaring dan kostum badut kembali disita.
“Dua kali dia terjaring. Dua kali juga kostum badutnya kita sita. Kali ini dia ngotot mau ambil kostum badutnya. Bahkan, dia mau nginap di kantor sampai kostumnya dikembalikan. Sebelumnya dia juga kita tawarkan pekerjaan, tapi tidak mau. Dia lebih memilih jadi badut karena gampang dapat uangnya,” jelas Yuli.
“Kita juga pernah mengamankan warga pendatang lainnya yang jadi badut dan terjaring penertiban. Dari pengakuannya, dalam sebulan mengemis gunakan kostum badut, penghasilannya Rp 15 juta sebulan,” imbuhnya.
Sementara itu, Kasatpol PP Balikpapan Budi Liliono mengatakan, pihaknya mengimbau kepada masyarakat untuk tidak memberikan uang atau sesuatu kepada pengemis, pengamen, anak jalanan hingga pengemis yang menggunakan kostum badut. Pasalnya, semakin diberi maka badut di Balikpapan akan semakin marak.
“Kami imbau kepada masyarakat untuk tidak memberikan uang atau sesuatu kepada pengemis, pengamen, anak jalanan hingga badut yang melakukan aksinya di pinggir jalan. Selain melanggar Perda Kota Balikpapan tentang Ketertiban Umum, keberadaan mereka juga mengganggu estetika kota,” kata Budi.
Penulis: Poniran
Editor: Nurhayati
Comment