by

Lahan di Teluk Pemedas Tak Kunjung Dijual, Herlina Minta Kesepakatan Dibatalkan

Kabargupas.com, SAMBOJA – Diduga tak sesuai kesepakatan jual beli atas rencana penjualan lahan di Kelurahan Teluk Pemedas Jalan Balikpapan-Handil, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) seluas 3,8 hektar, kuasa ahli waris almarhum Alimin bin Lakantoro, Herlina minta kesepakatan dengan kuasa ahli waris almarhumah Hj. Alia, yakni TA dan NA, dibatalkan.

Apalagi, adanya Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) yang diduga diterbitkan Lurah Teluk Pemedas tahun 2022 tidak sesuai dengan tahun kesepakatan tentang rencana jual beli tanah senilai Rp1,5 miliar tersebut.

Kuasa ahli waris almarhum Alimin bin Lakantoro, Herlina mengatakan, keinginan dirinya terhadap persoalan ini adalah meminta pertanggungjawaban TA dan NA (pemegang surat kuasa ahli waris almarhum Hj. Alia dan anak-anaknya, red) yakni minta diselesaikan sesuai perjanjian yang sudah disepakati bersama.

“Menginginkan pertanggungjawaban TA dan NA, minta diselesaikan sesuai perjanjian itu, yakni Rp1,5 miliar, sudah DP Rp100 juta dari kesepakatan Rp200 juta. Janjinya kemarin, sebelum dibuat kesepakatan itu bahwa pembeli (tanah, red) sudah siap,” kata Herlina, Rabu (08/05/2024).

Bahkan, menurut Herlina, keduanya mengatakan jika semakin cepat dibuat kesepakatan bahwa tidak ada permasalahan diantara TA sebagai pemegang surat kuasa dari almarhumah Hj. Alia dengan ahli waris Alimin bin Lakantoro semakin cepat pembeli membayar.

Dan diterbitkan surat pemecahan tersebut berupa Segel atau SKPT untuk diperjualbelikan kepada pembeli. Lalu, terang Herlina, pihaknya meminta agar ada uang muka alias DP sebesar Rp200 juta. Jika tidak, dirinya tidak mau bertandatangan. Sekaligus, dirinya minta ganti rugi ahli waris, dimana 4 saudaranya selaku ahli waris sudah bersedia Rp1 miliar.

“Namun, saya selaku ahli waris tidak bersedia sebelum ada penggantian deprosonadim saya sebesar Rp500 juta. Menjadilah kesepakatan itu Rp1,5 miliar yang disepakati,” jelasnya.

Jadi, kata Herlina, ada dua surat, yakni surat 1 untuk penerbitan Surat Segel (pemecahan dari induk yang 12 hektar, red). Kemudian yang dibagi 6 hektar – 6 hektar oleh masyarakat setempat yang ditandatangani Camat, Kuasa Hukum almarhum H. Samsuri dan Hj. Alia dan Kuasa Hukum dirinya yakni Syahrani dan Tejar.

“Sekarang saya minta, apabila tidak dibayar Rp1,5 miliar itu, saya minta untuk diadakan pembatalan kesepakatan Rp1,5 miliar tersebut. Saya cabut kembali. Dan saya ambil kembali lahan saya sesuai prosedur kesepakatan dan saya serahkan lahan mereka yang dibeli oleh nenek saya, 20 pohon kelapa dari Wak Janggu yang saya setujui di Polres Tenggarong pada tahun 2022.

Terkait adanya perubahan surat pernyataan penguasaan tanah yang diduga diterbitkan oleh Lurah Teluk Pemedas, Akhmad Hariadi S. Sos, pada tahun 2022, Herlina juga mempertanyakan. Surat tersebut, ujar Herlina, harusnya dibuat sesuai kesepakatan antara dirinya dengan para kuasa ahli waris lainnya yakni tahun 2021.

“Saya juga mempertanyakan, kenapa surat penguasaan tanah yang diterbitkan oleh Lurah Teluk Pemedas tahunnya 2022. Padahal, perjanjian kesepakatan jual beli tanah ditandatangani pada tahun 2021,” tandas Herlina.

Sementara itu, Lurah Teluk Pemedas, Akhmad Hariadi saat ditemui awak media untuk dikonfirmasi, awalnya membantah jika dirinya telah menerbitkan Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) tahun 2022 tersebut kepada warga berinisial TA.

Namun, setelah didesak akhirnya Akhmad Hariadi mengakui jika SKPT tersebut telah dikeluarkan pada tahun 2022. Pihaknya mengeluarkan SKPT itu pada 2021. Namun, surat tersebut dikeluarkan karena riwayatnya sebelum tahun 2021.

“Kami ada mengeluarkan SKPT itu. SKPT itu kami keluarkan 2021. Sudah kami keluarkan. Tetapi surat itu dikeluarkan, riwayatnya sebelum tahun 2021. Boleh dibuatkan. Setelah saya buatkan, keluar peraturan BPN, diteruskan Gubernur, Bupati, Camat, turun sampai Kelurahan, bahwa sejak 14 Februari 2021, Kelurahan tidak boleh mengeluarkan surat,” tandasnya

Kemudian, lanjut Akhmad Hariadi, beberapa bulan yang lalu pihaknya dipanggil oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional), bahwa boleh surat itu dikeluarkan, tapi yang 2000 ke bawah. Bisa tahun 2021, 2022, katanya, tetapi riwayat peralihannya tahun 2020.

“Hanya saja, masyarakat tidak tahu kalau diterbitkannya surat tersebut ada riwayatnya, yang sebelumnya tanah tersebut ada peralihannya,” ujar Akhmad Hariadi.

Terkait surat kesepakatan perubahan segala ke SPKT yang ditandatangani tahun 2021, Akhmad Hariadi menjelaskan bahwa hal tersebut adalah internal kedua belah pihak, yang pertama pihak Herlina dan pihak kedua NA dan TA.

“Itu internal mereka. Mau dijual berapa, berapa lakunya, monggo aja. Tidak pernah mengeluarkan surat yang menyatakan disitu harga, sekian permeter, sekian permeter, tidak pernah,” tandasnya.

Kalau jual beli, kata Akhmad Hariadi, kelurahan tidak punya wewenang. Ketika nanti jual beli, si A beli dari seseorang, dan ingin peralihan baru Kelurahan mengetahui, yang membenarkan adanya peralihan tersebut.

“Iya. Oh benar pada tanggal sekian dengan bukti kuitansi telah dialihkan ke saudara A baru bisa. Kalau bicara masalah harga berapa, kapan dibayar, itu internal,” pungkas Akhmad Hariadi.

Penulis: Poniran
Editor: Nurhayati

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed