Kabargupas.com, BALIKPAPAN – Hukuman kebiri kimia untuk pelaku kekerasan seksual yang disetujui Presiden Joko Widodo dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak mendapat tanggapan dari anggota DPRD Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (05/01/2021).
Sekretaris Komisi IV DPRD Balikpapan Sandy Ardian mengatakan, pihaknya melihat diberlakukannya hukuman kebiri kimia untuk antisipasi dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dalam bentuk instan.
“Artinya, ketika ada kejadian kemudian langsung terbukti dan seterusnya, diterapkan hukuman ini. Tapi, kita harus melihat lagi lebih jauh apakah dengan hukuman ini bisa meminimalisir atau mengurangi kekerasan seksual terhadap anak, itu yang harus kita analisa dan pelajari lagi,” kata Sandy Ardian saat ditemui Kabargupas.com, Selasa (05/01/2021).
Bisa jadi, menurut Sandy Ardian, pelaku-pelaku ini masih banyak di luar sana. Para pelaku juga harus melalui proses penyembuhan, karena kemungkinan perbuatan itu adalah satu penyakit yang butuh terapi, butuh penanganan yang seterusnya.
“Karena bisa jadi ketika orang sakit, kemudian penanganannya salah, ini tidak mempunyai efek jera karena sumber aslinya daripada hal yang membuat mereka begitu, tidak dibenahi atau tidak ditangani secara maksimal,” ungkapnya.
Politisi PKS ini memberi contoh, pelaku anak remaja yang sudah menyimpang, misalnya seks diluar nikah, harus dilihat ke belakangnya lagi apakah ada pengaruh lain seperti pornografi merajarela di media sosial maupun lingkungannya.
“Kalau itu tidak diperbaiki atau di filter dan seterusnya, ketika dihukum anak tersebut, dipastikan ada anak-anak lainnya yang akan berbuat begitu lagi. Seperti inilah yang membuat pihaknya prihatin dan khawatir serta perlu kajian lagi dan analisa dalam melaksanakan hukuman tersebut,” imbuhnya.
Dirinya berharap, adanya pemberlakuan hukuman ini bisa mengurangi, bahkan bisa meminimalisir tindakan kriminal tersebut. Kalau tidak, ini yang harus dikaji dan pelajari lagi. Bisa jadi ada penyebab lain seperti ada penyakit yang diderita si pelaku yang harus di treatment atau dilakukan penyembuhan secara khusus.
Saat ditanya soal dukungan terhadap pemberlakuan hukum kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak, dia mengaku sulit mengatakannya. Tetapi, dirinya melihat jika pemerintah sudah mempertimbangkan masukan dari segala pihak dan unsur untuk memberlakukan hukuman tersebut.
“Selama itu memberikan efek jera atau rasa takut bagi pelaku, saya mendukung. Tapi tidak cukup di situ, kita harus mempelajari lagi sebenarnya apakah pemberlakuan ini sudah tepat atau perlu ada treatment lain supaya tidak ada pelaku-pelaku lainnya yang kemudian melakukan hal serupa,” tandasnya.
Lebih lanjut, kata Sandy Ardian,
melihat maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak ini, dirinya mengaku prihatin karena itu bisa merusak masa depan para korbannya. Mengingat, anak-anak ini merupakan generasi penerus bangsa. Bagaimana kalau mereka mengalami trauma, mengalami perlakuan-perlakuan tidak baik di usia mudanya. Ini sangat luar biasa berbahayanya.
“Saya bisa memahami kenapa pemerintah mengambil langkah tersebut atau langkah instan itu karena untuk meminimalisir atau mengurangi agar tidak muncul pelaku-pelaku lain. Kepada pemerintah, saya memberi saran agar juga melakukan pencegahannya dengan menempatkan pelaku di tempat-tempat rehabilitasi,” tutupnya.
Seperti diketahui, dalam upaya mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, pemerintah melalui Presiden RI Joko Widodo menyetujui diberlakukannya hukuman kebiri kimia untuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Keputusan tersebut dikatakan merupakan wujud pemerintah yang sensitif dalam merespons kegelisahan masyarakat terhadap kasus kekerasan seksual anak di Indonesia.
Penulis: Ipon
Editor: Nurhayati
Comment