Kabargupas.com, SAMARINDA – Menjelang Pemilu 2024, hoaks banyak beredar di aplikasi perpesanan WhatsApp (WA) karena lebih familiar, intensitas interaksi dengan WA cukup tinggi, dan mudah. Salah satu hoaks yang banyak dikhawatirkan adalah hoaks keagamaan.
Hal itu mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan Program Cek Fakta dan Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) Wilayah Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim).
FGD bertemakan “Menepis Hoaks Menjemput Pemilu 2024 Menuju Nusantara Beradab” dilaksanakan di Room Mandapa III Hotel Fugo Samarinda pada Jumat (08/09/2023) siang.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Kalimantan Timur, Rudiansyah menyatakan, informasi hoaks banyak beredar di WA. Intensitas peredaran hoaks semakin tinggi menjelang tahun politik.
“Hoaks yang paling bahaya adalah hoaks keagamaan karena dapat menyentuh aspek politik, sosial, ekonomi, dan sebagainya,” kata Rudiansyah.
Menurut Rudiansyah, korban dari hoaks keagamaan pada akhirnya adalah minoritas. Perlu pemahaman yang baik dan benar terkait pengetahuan agama dan toleransi.
“Dulu ada isu tentang pencurian kotak suara di Balikpapan, ternyata hoaks itu mengakibatkan kekacauan. Sangat sulit bagi KPU sendiri untuk mengklarifikasi semua hoaks Pemilu,” jelasnya.
Dekan FISIP Universitas Mulawarman, Dr. Finnah Fourqoniah, M.S. mengatakan, dampak hoaks bisa merusak hubungan, dan memecah belah. Karena itu edukasi dan sosialisasi menghadapi hoaks, isu pemilu dan sebagainya sangat penting.
“Masyarakat harus disadarkan dan dibiasakan mengambil informasi dari sumber-sumber paling valid,” ujarnya.
Galeh Akbar Tanjung, Komisioner Bawaslu Provinsi Kalimantan Timur menyampaikan ada evolusi penggunaan media dalam menyebarkan hoaks, dari media cetak ke media online.
Di media online setiap orang bisa menyebarkan informasi dan informasi ini seringkali tidak akurat, bahkan media mainstream sendiri pun bisa saja salah dalam menyampaikan informasi.
“Oleh karena itu perlu kolaborasi untuk cek fakta dengan melibatkan KPU dan Bawaslu sebagai sumber informasi untuk memverifikasi hoaks pemilu,” kata Galeh.
Seorang pengurus Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Provinsi Kalimantan Timur, Andi Fathul Khair mengatakan, KKSS membangun budaya kebersamaan dan ini menjadi penguatan sehingga ketika ada persoalan cepat melakukan tabayun, berkumpul untuk mengurai persoalan.
“Ini sama dengan komunitas Jawa, kumpul guyup, mengutamakan kearifan lokal sebagai modal sosial. Diperlukan juga kanal Cekfakta lokal untuk memerangi hoaks dengan tema lokal,” tukas Andi Fatur.
Sampai sekarang dengan dukungan dari Google News Initiative dan Cekfakta.com, program Cekfakta.com telah berhasil memeriksa ribuan informasi palsu yang meresahkan masyarakat.
Sejak diluncurkan pada Mei 2018, Cekfakta.com, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo), telah bekerja sama dengan 25 perusahaan media terkemuka.
Kolaborasi ini telah berjalan selama lima tahun, namun tantangan dalam penyebaran dan penggunaan konten cek fakta masih cukup besar, terutama menjelang Pemilu 2024 yang rentan terhadap gangguan informasi, ujaran kebencian, polarisasi, kampanye hitam, dan ancaman manipulasi kecerdasan buatan.
Kegiatan FGD ini disambut positif oleh berbagai organisasi dan komunitas di Kota Samarinda yang hadir dalam forum seperti LSM Kawal Borneo Kaltim, Akademisi Unmul, NU Kaltim, Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia Samarinda, PMI Kaltim, LBH Kaltim-Badan Kajian Hukum dan Hubungan Masyarakat, Univ. 17 AGUSTUS 1945, serta Bawaslu Kaltim.
Selanjutnya, PGI Kaltim, KKSS Kaltim, FOR DAMAI IKN, AJI Samarinda, Muhammadiyah Kaltim, KPU Kaltim, Influencer Kaltim, Aisyiyah Kaltim, Muslimat NU Kaltim, Program Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), AMSI Kaltim, Dekan FISIP Unmul, PHDI Samarinda dan UINSI Samarinda.
FGD ditutup dengan penandatanganan pernyataan sikap bersama guna menciptakan kolaborasi Untuk Menghadapi Disinformasi Jelang Pemilu 2024. (*)
Comment