Kabargupas.com, BALIKPAPAN – Kuasa Hukum Zainal Muttaqin (eks Direktur Utama PT Duta Manuntung dan PT Jawa Pos Jaringan Media Nusantara), Sugeng Teguh Santoso menyebut dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hasriani yang disampaikan pada sidang perdana kasus dugaan penggelapan dalam jabatan pekan lalu di Pengadilan Negeri Balikpapan, rancu.
Hal itu disampaikan Sugeng Teguh Santoso dihadapan Majelis Hakim yang terdiri Ibrahim Palino, Lila Sari dan Imron Rosyadi dalam sidang lanjutan yang mengagendakan penyampaian nota keberatan (eksepsi), Senin (18/09/2023).
Sugeng Teguh Santoso mengatakan, memperhatikan surat dakwaan JPU, baik primer dan subsider, pihaknya melihat ada kerancuan, ketidakcermatan dan juga ketidakjelasan sesungguhnya perbuatan pidana apa yang dilakukan oleh Zainal Muttaqin sehingga ia didakwa dengan Pasal 374 KUHP dan 372 KUHP.
“Kerancuan terkait perbuatan yang dituduhkan oleh JPU pada terdakwa apakah penggelapan aset-aset tanah milik PT Duta Manuntung (DM) atau perbuatan menggelapkan surat sertifikat tanah milik dan atas nama terdakwa, hal ini tidak dapat digambarkan secara jelas dan terang oleh JPU, apabila yang dituduhkan kepada terdakwa menggelapkan aset-aset tanah milik PT DM,” kata Sugeng.
Dia menambahkan, tuduhan tersebut tidak dapat dijelaskan oleh JPU mengenai dasar kepemilikan PT DM atas aset-aset tanah sebagaimana disebutkan dalam sertifikat tanah, yakni Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 3146 atas nama Zainal Muttaqin diperoleh tahun 1999, SHM Nomor: 1313 atas nama Zainal Muttaqin (1993), SHM Nomor: 5346 atas nama Zainal Muttaqin (1999), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGM) Nomor: 4992 atas nama Zainal Muttaqin (2001) dan SHGB Nomor: 4993 atas nama Zainal Muttaqin (2001).
“Dimana dasar perolehan dan kepemilikan serta proses kepemilikan hingga menjadi aset-aset PT DM tidak ada sama sekali bukti bahwa PT DM adalah pemilik dari sertifikat-sertifikat tersebut, peristiwa yang mengaitkan bahwa pelapor adalah pemilik atas aset-aset tersebut hanya disebutkan oleh JPU dalam dakwaannya yaitu pada tahun 1993 pembelian dengan cek Bank Bapindo dengan mengatasnama PT DM, dimana dalam akta jual beli surat peralihan hak disebutkan terdakwa mewakili PT DM, pada saat itu yang menyatakan Zainal Muttaqin bertindak untuk dan atas nama PT DM,” jelasnya.
Apabila terdakwa dituduh menggelapkan 5 sertifikat tanah tersebut, ujar Sugeng, juga menimbulkan tanda tanya terkait kebenarannya, karena sertifikat-sertifikat tersebut ternyata seluruhnya atas nama terdakwa yang dalam bentuk fisiknya tidak ada bukti diperjanjikan dalam satu perikatan ataupun perjanjian bahwa surat-surat tersebut dititipkan atau dikuasai oleh PT DM dalam hubungan hukum sebagai miliknya atau turut memiliki atau berhak atas kelima sertifikat tanah tersebut.
“Misalnya dalam bentuk jaminan hutang terdakwa pada PT DM, yang ada hanya pengakuan sepihak dari PT DM melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setelah terdakwa selesai menjalani jabatannya sebagai Dirut PT DM pada tahun 2012, yang mana pada RUPS tahunan yang pertanggungjawabannya mendapatkan predikat Acquit a De Charge (membebaskan tanggung jawab hukum),” ungkap Sugeng.
Kemudian, lanjut Sugeng, kalaupun benar surat sertifikat tanah tersebut dikuasai oleh PT DM, tetap surat-surat tanah tersebut secara yuridis dimiliki terdakwa dan tidak akan pernah bisa menjadi milik PT DM dengan cara dibalik nama, yang tentunya harus dengan sesuai perosedur peralihan hak yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
“Diantaranya harus dilakukan peralihan hak melalui jual beli dan/atau hibah dimana terdakwa dan istri terdakwa harus ikut menandatanagani serta memenuhi syarat pembayaran pajak-pajak yang disyaratkan diantaranya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPH) dan kemudian didaftarkan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN), karenanya perkara ini sungguh rancu,” tandas Sugeng.
Untuk menjawab pertanyaan terkait tuduhan yang membingungkan ini, ujar Sugeng, karena hukum materil dan juga hukum formil sudah mengatur bahwa terkait klaim isu kepemilikan harus ditetapkan secara hukum lebih dahulu melalui proses keperdataan yaitu gugatan untuk menetapan status kepemilikan di pengadilan negeri melalui majelis hakim yang memeriksa perkara perdata atau pembatalan sertifikat di pengadilan tata usaha negara, sebagaimana dalam Pasal 39 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan.
“Yang menyatakan, dalam hak atas tanah atau sertifikat tanah yang dibatalkan oleh pengadilan merupakan amar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara atau Pengadilan Negeri,” katanya.
Seperti diketahui, Zainal Muttaqin duduk sebagai terdakwa karena dituduh menggelapkan uang perusahaan untuk membeli aset tanah pribadi berlokasi di Balikpapan, Banjarbaru, dan Samarinda, selama dia menjabat sebagai Dirut PT DM periode 1993-2012.
Dalam sidang perdana yang digelar pekan lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjerat terdakwa dengan ketentuan pasal 372 dan 374 KUHP tentang Penggelapan dengan ancaman hukuman 4 hingga 6 tahun kurungan penjara.
Penulis: Poniran
Editor: Nurhayati
Comment