Kabargupas.com, SAMARINDA – Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Timur (DPRD Kaltim) Veridiana Huraq Wang menyoroti pengadaan dan pemasangan jaringan pipa HOPE di Kota Balikpapan. Seperti diketahui, pipa tersebut dibangun untuk distribusi pelayanan dengan diameter 100 mm – 250 mm.
Ia menyatakan, pengerjaan pipa tersebut baru terealisasi sekitar 50 persen dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Murni 2022 sebesar Rp 5 miliar. “Kita lihat baru terserap Rp 2,4 miliar dari Rp 5 miliar, berarti terealisasi 50 persen saja,” katanya.
Mengenai kendala yang dialami kontraktor di lapangan, Veridiana Huraq Wang menyebutkan tidak ada kendala signifikan. Hanya saja, kontraktor terlalu lamban dan kemungkinan mereka tidak mampu. Padahal bisa saja memakai alat exca mini supaya pekerjaan cepat, namun di lapangan justru manual.
“Kalau yang kami datangi kemarin, tidak ada kendala. Pemasangannya juga tidak terlalu rumit. Selain itu juga aspal masih di jalan pemerintah, jadi tidak ada pembebasan lahan dan sebagainya. Sepertinya kendala kontraktor saja,” ujarnya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu pun meminta dan mendorong Cipta Karya agar mempercepat pengerjaan pemasangan pipa di Manggar jalur Kota Balikpapan. Mengingat, proses pengerjaan sudah sembilan bulan lamanya namun saat ini baru terealisasi 50 persen.
“Ini sudah September, tapi baru bisa dikerjakan Rp2,4 miliar. Kita akan panggil Cipta Karya secepatnya, karena anggaran ini sedikit cuma Rp5 miliar. Kontraktor harus bisa menyelesaikan proyek ini secepatnya. inikan persoalan kontraktor,” tegasnya.
Veridiana Huraq Wang berharap, anggaran Rp 5 miliar bisa segera terserap, mengingat di Manggar belum ada Perusahaan Daerah Air Minum. Padahal kebutuhan air bersih sangat tinggi. “Kita hanya takut jika kontraktor tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya. Paling tidak, bisa selesai di akhir tahun supaya daerah itu bisa dialiri air bersih,” pintanya.
Veridiana Huraq Wang bercerita sempat singgah di salah satu warung dekat Perumahan Batakan. Warga di sana pun mengeluhkan tidak adanya air PDAM, sementara ini mereka masih pakai air tanah.
“Untuk kebutuhan mereka jualan itu saja menggunakan air galon harganya Rp 25 ribu. Bayangkan saja air galon Rp 25 ribu, wajar saja bila biasanya beli teh Rp4 ribu, di sana jadi Rp8 ribu. Bukan persoalan Rp8 ribu tapi menjadi sepi, warung nggak laku orang mikir ini cuma teh tapi harganya Rp8 ribu. Padahal bahan bakunya yang mahal,” bebernya. (fa/adv/DPRD Kaltim)
Comment