by

Minyak Goreng Langka, Pemerhati Kota: Jangan Salahkan Masyarakat

Kabargupas.com, BALIKPAPAN – Statement Wali Kota Balikpapan yang akan menyerahkan warganya secara hukum ketika kedapatan melakukan penimbunan minyak goreng, juga mendapat tanggapan dari Pemerhati Kota Balikpapan.

Ketua Forum Masyarakat untuk Transparansi (Format) Balikpapan Herry Sunaryo mengatakan, kelangkaan minyak goreng yang terjadi di Balikpapan jangan langsung menyalahkan masyarakat, tetapi cara berfikir dan kinerja Wali Kota yang harus dibenahi, dan dikritisi.

“Kalau cara berfikir dan cara kerjanya Wali Kota benar dan serius, tentu kelangkaan minyak goreng ini tidak akan terjadi. Sedih rasanya melihat di berbagai tempat di Balikpapan, ibu-ibu harus berdiri berjam-jam, berdesakan antre membeli minyak goreng, sambil menggendong anak, karena harus memasak,” kata Herry Sunaryo, Selasa (15/03/2022).

Tiba-tiba masyarakat yang terkena dampak, tambah Herry, demikian dia biasa disapa, yang seolah-olah menjadi biang dari kelangkaan minyak goreng tersebut, terlebih dengan tuduhan masyarakat melakukan penimbunan. Masyarakat bisa saja beli migor untuk satu bulan sebanyak 4-6 liter, karena mereka gajiannya tiap bulan.

“Penjual gorengan atau penjual aneka makanan biasa beli minyak goreng di toko sehari bisa 5-10 liter. Setiap hari hal ini biasa saja, anehnya kemudian masyarakat mau disalahkan dengan kekosongan minyak goreng ini,” ujar Herry.

Fakta di lapangan, lanjut Herry, memang terjadi kekosongan minyak goreng di mana-mana, tidak hanya di Balikpapan, namun juga di hampir seluruh daerah di tanah air. Pemerintah harusnya bisa melihat hal ini dengan bijak dan cerdas dengan melakukan analisis pemetaan lapangan yang valid dan benar berbasis data.

“Harus dipahami, masyarakat kecil, untuk uang Rp 5-10 ribu sangat berarti dan berharga, karena bisa buat kebutuhan makan anak dan keluarganya dalam sehari. Sehingga, ketika ada kenaikan harga pangan pasti sangat berdampak dan menyulitkan kehidupan mereka,” terang Herry.

Menurut Herry, Pemerintah Kota jauh-jauh hari seharusnya sudah melakukan langkah sistematik dengan melakukan upaya pencegahan dan upaya penindakan.

“Misalnya, upaya pencegahan dengan memetakan berbagai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dengan adanya pemberitaan kosongnya minyak goreng di beberapa daerah, termasuk di Balikpapan,” ungkapnya.

Seperti melakukan sosialisasi pencegahan terjadinya perilaku panic buying di masyarakat, yang kemudian dapat melakukan pembelian minyak goreng berlebihan atau tidak sesuai kebutuhan, serta yang dapat menyebabkan stok minyak goreng di pasaran cepat habis.

“Kemudian, Pemerintah Kota juga setiap bulan dapat melakukan pemantauan dan monitoring pendistribusian, stok dan harga kebutuhan pangan termasuk distribusi minyak goreng. Sehingga, ketika ada indikasi kekosongan atau kelangkaan kebutuhan pangan dapat terdeteksi sedini mungkin, sehingga tidak menimbulkan keresahan di masyarakat,” ungkapnya.

Pemkot Balikpapan, lanjutnya, juga dapat melakukan pencegahan dengan melakukan koordinasi evaluasi, serta sosialisasi kepada para pedagang pasar tradisional maupun pedagang pasar modern di Balikpapan, atau para pihak lainnya seperti agen atau distributor yang memiliki gudang besar untuk penampungan barang, agar diingatkan tidak melakukan penimbunan.

“Perlu juga sosialisasi kepada para distributor atau agen dari hulu ke hilir, yang ketahuan melakukan penimbunan barang pangan, dapat terkena sanksi pidana Pasal 107 jo Pasal 29 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan,” tandasnya.

Kemudian, lanjut Herry, Pasal 11 ayat 2 Perpres Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

Dia menambahkan, UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Pasal 107, menyebutkan pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) (UU Perdagangan) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000.000.

Memperhatikan rumusan pasal ini, imbuh Herry, maka sebagai unsur-unsur pasalnya yaitu: Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja menimbun atau menyimpan melebihi jumlah maksimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang mengakibatkan harga Pangan/Pokok menjadi mahal atau melambung tinggi.

“Coba kita cermati kondisi di lapangan, kejadian antrean minyak goreng di Balikpapan ini banyak terjadi pada pasar atau toko modern. Sementara di pasar tradisional jarang terjadi, bahkan tidak ada antrean pembeli minyak goreng ini,” tukasnya.

Patut diduga, kata Herry, bisa jadi antrean ini terjadi karena adanya persaingan usaha antara pasar modern dan pasar tradisional, atau persaingan usaha antara warung kecil dengan toko modern.

Bisa jadi pedagang pasar tradisional atau warung-warung kecil di pemukiman warga, mendapatkan harga modal yang tinggi dari distributor, kemudian toko-toko modern mendapat harga modal yang lebih rendah, sehingga pasar tradisional atau toko kecil di pemukiman warga masih menjual lebih mahal di atas HET (harga eceran tertinggi). Sehingga antrean panjang terjadi hanya di pasar modern atau minimarket karena harga ecernya lebih murah.

Kalau hal ini yang terjadi, maka Pemerintah Kota juga harus mengantisipasi persaingan usaha ini, dengan mengatur secara baik pendistribusiannya, karena masyarakat pedagang tradisional harus dimaklumi omset perputaran uangnya kecil dan lambat, sehingga untuk menjaga stabilitas usahanya butuh keuntungan yg sedikit lebih besar dari pasar modern.

“Jika harga jual warung kecil atau toko tradisional harus sama dengan toko modern, maka salah satu solusi yang bisa dilakukan, Pemerintah Kota dapat memberikan masukan atau arahan untuk mendorong BUMD agar menjadi distributor kepada pedagang tradisional di Balikpapan,” tutupnya.

Penulis: Ipon
Editor: Nurhayati

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed